Kamis, 11 Desember 2014

Perhatian Habibie terhadap Pers di Indonesia


Orde baru merupakan cerita yang panjang bagi sejarah kehidupan masyarakat Indonesia. Di masa tersebut, saya menilai bahwa disitulah negara Indonesia mengalami maju-mundurnya perekonomian serta sering pula terjadi ketidakadilan di negara yang kaya akan hasil alamnya ini. Pers yang seharusnya berfungsi sebagai sarana penghubung dan sarana informasi bagi publik, malah sering diancam serta ditutup paksa jika memberitakan sesuatu yang menyalahkan keputusan pemerintah di masa rezim presiden Soeharto.Banyaknya permasalahan besar yang dihadapi bangsa akibat krisis ekonomi yang berlarut-larut, membuat mahasiswa menilai pemerintah tidak melakukan upaya penanggulangan dengan serius. Di tahun 1998, mahasiswa meminta Soeharto untuk turun dari jabatan presiden karena dianggap telah banyak melakukan hal yang tidak membantu pembangunan negara. Puncaknya, Soeharto pun mundur dari jabatan presiden pada tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta dan digantikan oleh wakilnya Bacharuddin Jusuf Habibie atau lebih dikenal dengan B. J. Habibie.

Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga mengundang perdebatan hukum dan kontroversial. Hal ini dikarenakan  Soeharto menyerahkan kekuasaan kepada Habibie secara sepihak tanpa pembicaraan lebih lanjut. Dikalangan mahasiswa sikap atas pelantikan Habibie sebagai presiden karena mereka menganggap bahwa Habibie merupakan produk Orde Baru, dimana beliau juga pernah menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia dimasa rezim Soeharto.
B. J. Habibie merupakan salah satu anak bangsa yang punya pencapaian prestasi luar biasa. Beliau pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Kehebatan beliau di dalam permasalahan perancangan sayap dan mesin pesawat sangat di apresiasi oleh pemerintah Jerman. Hingga saat ini beliau bisa dikatakan sebagai warga kehormatan di Jerman. Pada tahun 1973, ia kembali ke Indonesia atas permintaan mantan presiden Soeharto. Di masa kepemerintahannya sebagai presiden menggantikan Soeharto, saya melihat beliau sangat perhatian terhadap apa yang sedang terjadi di Indonesia. Kekisruhan yang timbul bukan tanpa sebab, melainkan ada faktor yang membuat mahasiswa turun mengkritik pemerintah. Pers menjadi salah satu yang diperhatikan oleh Habibie. Menurutnya, pers di Indonesia sangat di kekang sehingga mereka tidak bebas berpendapat dan memberikan aspirasi kepada negara. Informasi yang didapat publik pun menjadi minim akibat banyaknya penyensoran dan penutupan berita yang dinilai tidak layak beredar.Keadaan ini kemudian diubah sehingga di masa Habibie terjadi banyak kebijakan perubahan undang-undang yang dianggap tidak berkena kepada masyarakat. Karena negara layak mendapat pendapat dari masyarakat demi kesinambungan dan kesejahteraan bangsa ini sendiri. Kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan Habibie bisa menetralisir kekisruhan yang terjadi.Perlu diketahui kembali, B.J. Habibie merupakan salah satu presiden Indonesia yang sangat memperhatikan kemakmuran Indonesia walaupun beliau merupakan insinyur di bidang teknologi. Beliau sangat menekankan keseimbangan teknologi di Indonesia, serta ingin membuat banyak landasan udara dengan harapan mempermudah transportasi masyarakat Indonesia. Menurut saya, Habibie sendiri sudah membuat pencitraan yang baik bagi Indonesia serta membawa nama Indonesia sehingga lebih dikenal oleh negara-negara di Eropa. Pers membangun nama Habibie sehingga namanya cukup melambung tinggi. Ini merupakan buah kesuksesan Habibie dalam memanfaatkan pers sebagai media yang bebas berpendapat sesuai dengan kode etik yang berlaku.Di masa reformasi sendiri, tugas pers sudah mulai bangun kembali dari tidur panjangnya selama pemerintahan rezim Soeharto. Tetapi banyak hal juga yang terjadi di era kepemimpinan presiden B.J Habibie dibalik kesuksesannya membuat pers kembali hidup. B. J Habibie yang menggantikan mantan presiden Soeharto mau tidak mau turut tertimpa masalah dan beragam krisis termasuk krisis di Timor Timur yang merupakan warisan orang yang mengajarkan sekaligus mendiktenya untuk berpolitik itu.Bergabungnya Timor Timur sebagai provinsi ke-27 di masa pemerintahan Presiden Soeharto merupakan suatu cerita panjang bagi kehidupan kesejarahan dunia global umumnya dan khususnya bagi Indonesia. Bagaimana tidak, provinsi yang dulunya dikuasai Portugis itu, sekarang telah mengingkari janjinya sendiri.
Mayoritas masyarakat Timor Timur menolak otonomi khusus dan memilih untuk berpisah dengan NKRI. Habibie yang terkesan tidak tegas serta plin plan dalam mengambil keputusan merupakan faktor keberuntungan yang dimiliki oleh Xananan Goesmao untuk mericuhkan rasa nasionalisme rakyat Timor Timur. Xanana Goesmao sendiri merupakan bos sekaligus tokoh sentral yang ingin menghancurkan persatuan. Karena kejelian Soeharto lah yang membuat dia di tangkap dan di tahan karena alasan ingin memecah NKRI. Menurut saya, alasan pertama Xanana Goesmao sendiri ingin memecahkan Timor Timur adalah karena adanya rasa cemburu dengan provinsi lainnya yang lebih diperhatikan oleh Soeharto sehingga dia berupaya membuat masyarakat Timor Timur lebih memilih merdeka ketimbang berada di bawah pemerintahan Indonesia. Alasan kedua adalah mereka mengganggap Indonesia hanya mempermainkan Timor Timur seperti merdeka. Apa lagi kalau bukan karena peristiwa Santa Cruz. Saya menilai peristiwa ini sangat keji sehingga bukan hal aneh bila Timor Timur dibawah kendali Goesmao menuntut untuk merdeka.Di masa B.J. Habibie tepatnya era reformasi, Goesmao yang didukung oleh negara seperti Australia dan Portugal kemudian berhasil berpisah dengan Indonesia. Keadaan ini membuat keadaan di Indonesia memanas karena Timor Timur lepas dari Indonesia, apalagi keadaan alam di sana sangat bagus untuk masalah latihan perang.Tidak hanya lepasnya Timor Timur, banyak sekali terjadi disintegrasi di masa Presiden Habibie. Banyak sekali kericuhan yang terjadi mulai dari Aceh hingga Timor Timur dan bisa disimpulkan nyaris seluruh wilayah di Indonesia melakukan disintegrasi. Menurut saya, hal ini didasari karena kurangnya kemampuan Habibie dalam hal politik sehingga tidak dapat menetralisir konflik yang terus menerus terjadi. Di masa reformasi, disintegrasi ini terus terjadi sehingga dibutuhkan UU Otonomi daerah yang dituntaskan di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut saya, jika UU Otonomi Daerah tidak dibentuk dan dijalankan dengan benar, bisa dipastikan NKRI akan bernasib sama dengan Uni Soviet dan Yugoslavia yang terpecah belah.Beruntungnya, hanya satu provinsi yang berhasil memisahkan diri yaitu Timor Timur yang mengganti nama menjadi Timor Leste dan berpusat di Dili. Setelah masa beliau habis, Habibie lebih sering menetap di Jerman ketimbang di Indonesia.

Penulis : Teuku Romy Syahputra (Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP Unsyiah)

1 komentar: