Jumat, 02 Januari 2015

Misi Terakhir Untuk Ibuku

Penulis : Teuku Romy Syahputra
NIM : 1210102010088
Tugas Penulisan Kreatif 03

Sudah lebih dari 4 jam perjalananku di bus ini, tapi belum juga sampai ke kota tujuanku. Jalan yang berliku-liku membuat bus berjalan pelan dan sangat berhati-hati. Kota yang akan kudatangi adalah Kyrat, kota kelahiranku. Kyrat merupakan sebuah kota kecil yang terletak di lembah Himalaya, Nepal. Tujuanku kesini untuk memenuhi permintaan terakhir dari ibuku yang telah meninggal. Dia berpesan kepadaku untuk meletakkan abu kremasi nya di Kyrat tepatnya di kuil Yakshini. Beliau ingin abu nya bersampingan dengan abu adikku yang telah lama meninggal.

Sesampai di Kyrat, bus yang aku tumpangi di hadang oleh tentara yang mengenakan seragam berwarna merah. Supir bus turun dan berbicara dengan bahasa Kyrat. Aku tidak mengerti apa yang mereka katakan, tetapi tiba-tiba para tentara tersebut menembaki supir dan bus yang aku tumpangi dengan membabi buta. Para penumpang terkejut bukan kepalang. Aku ditarik keluar bersama penumpang lain dan bersiap untuk ditembak mati.

Tiba-tiba dari arah utara, datang sebuah helikopter yang mendarat tepat di lokasi penembakan tersebut. “Tahan tembakan, tahan tembakan”, ucap komandan tentara berompi hitam. Pria dengan perawakan tinggi putih berambut pirang ala emo dengan jas berwarna merah jambu tersebut turun dari helikopternya dan melihat lokasi tersebut sudah penuh dengan darah dan mayat.  Dari gaya dan perilakunya, aku langsung mengasumsikan bahwa pria ini pasti pemimpin mereka. Dia langsung berkata pada komandan tersebut dengan nada pelan, “Sepertinya ada yang salah disini. Apakah kau masih mengingat kata-kataku? Aku menyuruh untuk memberhentikan (stop) bukan menembak (shoot). Apa kedua kata itu hampir sama sehingga kau salah mengartikannya?”. Komandan itu menjawab dengan rasa bersalah “Maaf tuan, kami kehilangan kendali”. Dia menjawab, “Aku sangat komitmen dengan kata-kataku, sepertinya kau sudah tau konsekuensinya jika tidak menjalankan perintah”, tegas pria berjas merah jambu tersebut. Tanpa ampun, pria itu menikam si komandan dengan pisaunya sampai berkali-kali. Komandan itupun tewas, darahnya bercucuran deras dan berpercikan ke wajah si pria aneh itu.

Dengan wajah tersenyum, dia menyapa ku dan berkata, “Selamat datang di Kyrat, Ajay Ghale”. Aku terkejut dan langsung menjawab, ”Bagaimana kau bisa tau namaku?”. “Bola matamu mengingatkan ku pada ibumu, Ishwari Ghale”, ujarnya pelan. Aku hanya bisa terdiam, ternyata pria berambut pirang itu mengenal namaku dan juga ibuku. Padahal aku belum pernah melihat pria tersebut sebelumnya. “Apa tujuanmu kesini Ajay?” ucap pria itu. “Ibuku berpesan padaku untuk membawa abu kremasi nya ke kota ini” ungkapku pelan. “Hmm, aku turut berduka atas kepergiannya. Dia adalah wanita yang baik semasa hidupnya” ungkap pria tersebut dengan wajah datar. Kemudian dengan penuh senyuman, pria tersebut mengundangku ke istana dengan menggunakan helikopter miliknya.

Di Dalam Istana Kyrat

Istana tempat tinggalnya terasa sangat dingin. Dari jendela terlihat penggunungan Himalaya begitu indah dengan adanya salju yang menyelimutinya. Aku di jamu dengan makanan dan minuman oleh pria tersebut bersama jenderal dan para pengawalnya. “Perkenalkan sebelumnya Ajay, namaku Pagan Min. Mungkin kau belum mengetahuiku, tapi akulah pemimpin serta penguasa kota Kyrat”, ucapnya. Aku hanya mendengar saja tanpa bisa menjawab apalagi di sampingku ada banyak tentara. “Coba lihat semua gambar di uang ini, semuanya tergambar wajahku. Coba lihat, apakah yang ada di uang ini mirip denganku?” tandasnya sambil memamerkan gambar di uang itu padaku.

Aku langsung berpikir bahwa dia adalah orang yang punya kekuatan besar di kota ini. Tidak boleh ada orang yang menentang ataupun melanggar perintahnya karena dia akan membunuh siapapun yang tidak mematuhi peraturannya. Tiba-tiba seorang tentara mendatanginya dan berkata, “Kita punya sedikit masalah tuan, para pemberontak menyerang”. Jenderal yang sedang bersama Pagan Min langsung menyuruh seluruh tentara untuk bersiap melawan para pemberontak. “Siapkan semua tentara dan senjata, kemudian bunuh semua Golden Path” ujar jenderal.

Sekarang di meja jamuan tinggal aku saja bersama Pagan Min. Dia kemudian sedikit menceritakan perihal Golden Path. “Kami memiliki sedikit masalah dengan Golden Path, mereka adalah pemberontak yang tidak senang dengan kepemimpinanku. Itu merupakan sebuah hal yang sangat disayangkan”, ungkap Pagan Min. Telepon genggam nya lalu berdering dan dia berkata, “Ajay, aku harus mengangkat telepon ini, kau disini saja dan jangan kemana-mana. Aku akan mengantarmu menaruh abu ibu mu di makam Lakhsmana. Aku segera kembali”.

Aku menilai Pagan Min sebagai penjahat. Dalam hatiku, tersirat bujukan untuk pergi dari istananya dan mencari sendiri kuil Yakshini. Jujur, aku tidak tau letak kuil tersebut karena aku telah meninggalkan Kyrat dalam waktu yang sangat lama. Secara perlahan, aku mengendap-endap agar dapat kabur dari istana. Ketika aku sampai di sebuah ruangan berdinding kaca, aku melihat beberapa orang rakyat sedang di siksa oleh tentara Pagan Min. Pikiranku langsung mengarah kepada suatu hal. Aku harus menyelamatkan diri sebelum aku yang menjadi target selanjutnya.

Pintu belakang menjadi tempat yang menurutku aman untuk melarikan diri. Perlahan aku membuka pintu dan ... Kepalaku langsung ditodongi sebuah senjata laras panjang. Tiba-tiba orang itu berkata padaku, “Hah? Anak Mohan Ghale? Aku tidak percaya ini. Apa yang membawamu kesini? Kenalkan namaku Sabal, aku bagian dari Golden Path”. Aku terkejut, ternyata pria berambut cepak dan berkulit cokelat itu adalah anggota dari pemberontak yang diceritakan oleh Pagan Min. Tetapi yang lebih membuatku terkejut, dia mengatakan bahwa aku anak dari Mohan Ghale. Aku tidak mengenal Mohan Ghale. Ibuku tidak pernah menceritakan tentang dia sebelumnya. “Aku datang untuk membawa abu kremasi ibuku ke kuil Yakshini, itu permintaan terakhirnya”, ungkapku. Dia menjawab dengan tegas, “Sebaiknya kau ikut denganku dulu untuk menyelamatkan diri karena kondisi disini sedang tidak aman. Ayo cepat lari dari sini”. Dengan cepat aku berlari menjauh dari istana. Sabal menjagaku dan menembaki semua tentara. Sesampai di dalam mobil, aku mengemudi dan Sabal tetap menembak. Kami menjalani hari yang mengerikan walau pada akhirnya aku dan Sabal bisa tiba di markasnya dengan selamat.

Awal Kehidupan Di Banapur

Ketika aku turun dari mobil, seorang wanita cantik yang mengenakan baju khas India berkata padaku dengan nada sinis, “Kau siapa? Ada gerangan apa kau datang ke Banapur, markas rakyat Golden Path?”. Sabal langsung memotong pembicaraan, “Dia putra Mohan Ghale, dia layak berada di sini”, ungkapnya. Aku tidak bisa berkata-kata, walau akhirnya wanita itu mengizinkanku untuk berada disini. “Hai turis, namaku Amita. Kau boleh tinggal disini tetapi kau harus mematuhi aturan yang ada” ungkapnya sinis. Nada bicaranya yang tegas membuatku berpikir bahwa Amita punya peranan penting di Golden Path. Aku pun mengiyakan aturannya.

Misi ku untuk menaruh abu ibuku ditempat permintaannya belum kuselesaikan. Aku kemudian bertanya pada Sabal perihal itu. Sabal menjawab, “Kau tidak akan bisa sampai di kuil Yakshini dengan mudah karena kuil itu berada di daerah kekuasaan Pagan Min. Kau harus mengalahkannya agar bisa ketempat itu” tandasnya. Ini merupakan tugas yang berat untukku, tetapi aku sangat yakin bisa menaklukkan Pagan Min nantinya.

Sepertinya Kyrat adalah tempatku. Aku merasa sangat nyaman disini. Suatu hari, Banapur diserang oleh tentara Royalis Pagan Min. Sabal menyuruhku untuk berperang demi mempertahankan Banapur. Berkat kecerdikan kami, akhirnya Golden Path bisa menang. Dengan penuh apresiasi, Sabal berkata padaku, “Kau merupakan harapan yang diberikan Dewa Kyra kepada rakyat Golden Path. Terimakasih dewa Kyra” rintihnya. Karena aku dianggap sudah mampu menjaga kota Banapur dari kekejaman tentara Royalis, Sabal memintaku untuk membunuh Pagan Min.

Menyelesaikan Tugas Akhir Untuk Golden Path

Dengan perjalanan yang berliku-liku dan penuh rintangan, akhirnya aku berhasil sampai ke kota kediaman Pagan Min. Rakyat Kyrat menamakannya The Royal Palace. Tempat itu sangat indah, di tengah taman terdapat patung Pagan Min yang terbuat dari emas. Pepohonan hijau menghias taman dan puncak Everest terlihat sangat indah dari kota itu. Aku berhasil menyeludup ke dalam istana. Hari itu kota The Royal Palace sangat sepi. Sepertinya para tentara sedang melakukan perencanaan untuk menyerang Banapur. Sesampai di lantai atas istana, aku melihat Pagan Min sedang duduk di depan meja makannya. Dengan pistol yang ada ditanganku, aku bersiap untuk menembak kepalanya. Tetapi dengan tenang dia berkata, “Apa abu ibumu sudah kau letakkan? Apakah kau tau dimana tempat itu? Jika kau membunuhku, kau tidak akan pernah tau tempat itu” ungkapnya. Demi memenuhi permintaan ibuku, aku pun mengiyakannya dan berkata, “Baiklah, tapi kau harus berjanji untuk tidak membohongiku”.

Dengan senyuman, dia mengantarku ke kuil Yakshini yang ada di kota The Royal Palace. Selama perjalanan, Pagan Min menceritakan banyak hal. Ternyata, Mohan Ghale adalah ayahku. Mohan dan Pagan Min dulunya adalah teman di masa perang melawan tentara Nasionalis. Tetapi Mohan memilih untuk membentuk Golden Path dan dia ingin membangun kerajaan. Mohan sangat marah kala itu karena Pagan Min tidak mendukungnya di Golden Path.

Mohan Ghale kemudian menikahi ibuku, Ishwari Ghale. Pagan Min juga mengatakan bahwa aku adalah anak satu-satunya dari mereka dan tidak memiliki adik. Aku sangat terkejut, karena isi pesan ibuku adalah menyuruhku menaruh abu ibuku bersampingan dengan abu adikku. Pagan Min melanjutkan ceritanya dan ternyata, ibuku Ishwari Ghale memilih untuk menikah dengan Pagan Min dengan alasan karena Mohan tidak pernah punya waktu bersamanya karena selalu berada di medan perang. Pagan Min dan ibuku dikaruniai seorang anak yang diberi nama Lakhsmana Min.

Pernikahan ibuku dengan Pagan Min ternyata membuat Mohan sangat murka. Mohan akhirnya membunuh Laksmana yang kala itu masih berusia amat muda, 1 tahun. Ibuku sangat marah pada Mohan. Lalu ibuku kehilangan kendali dan membunuh Mohan, ayahku. Demi menetralisir keadaan yang semakin memanas, ibuku akhirnya melarikan diri dan membawaku ke Amerika, dengan alasan agar aku tidak terpengaruh dengan kondisi di Kyrat.

**

Mendengar cerita itu, aku sangat sedih sekaligus marah dengan kedua orang tuaku. Tetapi Pagan Min menyuruhku untuk menerima semua kenyataan yang telah terjadi serta mendoakan keduanya agar diterima di sisi Dewa. Sungguh tidak disangka, ternyata Pagan Min yang sebelumnya kuanggap penjahat ternyata salah. Setelah aku menaruh abu ibuku di samping Laksmana, Pagan Min menyarankanku untuk kembali ke Amerika karena Golden Path bisa menyerang kerajaan kapan saja. Aku pun mengiyakan saran itu. Pagan Min pun berkata, “Aku yang akan mengakomodasi semua kebutuhanmu disana. Tenanglah nak, kau akan jadi orang hebat nantinya, tidak seperti aku atau kedua orang tuamu, banggalah dengan dirimu sendiri” ujar Pagan Min padaku. Dengan terbalut jaket tebal, secara perlahan aku pergi meninggalkan lembah Himalaya yang dingin itu dengan penuh harapan baru untuk masa depan.

#TRS